Rabu, 14 November 2012

PERAN GURU DALAM MEMBANGKITKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

Motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan.
Namun pada intinya bahwa motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.
Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya.
Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar.
Selama lebih kurang 2 minggu melakukan observasi  pembelajaran di Awatapu College, Ada beberapa strategi yang biasa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik.
Pada permulaan belajar mengajar guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siswa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi siswa dalam belajar.
2. Hadiah
Siswa yang berprestasi atau berhasil dalam berbagai hal sering di berikan hadiah. Hal ini tentu semakin memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi. Hadiah yang diberikan tidak selalu yang berharga mahal, dapat berupa permen, coklat, atau biskuit. Tetapi siswa sangat senang menerimanya.

3. Pujian
Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun kepribadian siswa.
4. Saingan/kompetisi
Guru juga berusaha menciptakan suasana persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
5. Hukuman
Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.
6. Membangkitkan dorongan kepada siswa untuk belajar
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal kepada siswa.
7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik
8. Membantu kesulitan belajar siswa secara individual maupun kelompok
9. Menggunakan metode yang bervariasi, dan
10. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
                                                                               
                                                                                          
                                                                                             Palmerston North, 14th November 2012


Senin, 12 November 2012

Knowledge and behavior change

Education for humans can be interpreted as an organized whole educational process, on any form of content, level of status and what methods are used in the process of education, both formal and non-formal education, both in the context of continuing education at school or as a substitute for schooling, on-site courses, job training or college, which enables man to develop the abilities, skills, enrich knowledge, enhance keteknisannya qualifications or professionalism in the realization of the dual capability in a side capable mengembangankan whole person and to realize their participation in social development cultural, economic, and technological freely, balanced, and sustainable.

Education includes all aspects of a human being learning experiences needed by humans, both men and women, according to their field of expertise and capabilities of each. Thus, it can have a positive impact on the success of learning a man who looks at a change in behavior toward achieving fulfillment capabilities / skills. Here, each individual is dealing with other individuals will be able to learn with confidence.

Behavior change in terms of cooperation in a variety of activities, is the result of a change after the introduction of the learning process, namely the process of attitude change was not confident a change in full confidence by increasing knowledge or skills. Changes in behavior due to the change (increase) knowledge or skills as well as a change in mental attitude is very clear, in terms of education of a man is not enough just to provide additional knowledge, but must be equipped also with a strong sense of trust in him. Added knowledge without strong self-confidence, will be able to bring forth positive change toward a renewal form both physically and mentally for real, comprehensive and sustainable. Changes in behavior for a man going through a process of education related to their development as individuals, and in this case, it's possible participation in the social life to improving the welfare of yourself, as well as the welfare of others, due to productivity increases. For a very basic human need fulfillment, so once those needs are met he can switch to the other business needs that more still needed as a refinement of his life. 

Meaningful Learning



Mengapa atmosfer pembelajaran dalam dunia persekolahan kita terpasung dalam situasi monoton, kaku, dan membosankan, sehingga gagal melahirkan generasi bangsa yang cerdas, terampil dan bermoral seperti yang didambakan oleh masyarakat?
Ada beberapa argumen yang dapat dikemukakan.
-       Ketidaktepatan sistem yang ada merupakan efek dari penyempitan makna belajar selama ini yang memasung anak didik dari sisi lain pembelajaran. Hal ini juga membutakan anak didik dari persoalan-persoalan riil yang dihadapi masyarakat dan bangsanya, sehingga tidak memiliki sikap kritis dan responsif terhadap persoalan-persoalan hidup.
-       Kebijakan yang diambil oleh pengambil kebijakan yang menjadikan pendidikan sebagai engine of growth, dimana pendidikan harus disusun dalam struktur kurikulum penuh dengan pengetahuan dan teori-teori. Disadari atau tidak, kebijakan semacam itu justru membuat dunia pendidikan menjadi penghambat pembangunan ekonomi dan tehnologi dengan munculnya berbagai kesenjangan kultural, sosial, dan kesenjangan vokasional yang ditandai dengan melimpahnya pengangguran terdidik.
Sementara itu, pendidikan adalah proses kompleks yang ditujukan untuk membantu manusia menemukan ‘makna’ dalam kehidupan. Makna adalah spirit yang bisa mendorong manusia menuju kehidupan yang berguna dan penuh arti. Namun apa yang terjadi bila pendidikan justru berjalan pada rel yang sebaliknya? Bagaimana bila pendidikan bukan lagi wahana pencarian makna dari kehidupan manusia? Tentu yang terjadi bukan pendidikan untuk mendidik anak didik, tapi pendidikan yang hanya menyampaikan informasi supaya anak didik mendengar dan merekam semua itu dalam memori mereka. Ini adalah sebuah penjajahan atas hak kemerdekaan perkembangan anak didik untuk menjadi diri mereka sendiri.
Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Di dalam kehidupannya, setiap momen baru bagi manusia adalah belajar. Sekolah kehidupan adalah aplikasi riil dari long life education, bahwa belajar itu adalah sepanjang kehidupan. Fenomena kehidupan yang ada berfungsi mendewasakan pikiran untuk menentukan sebuah pilihan hidup diantara proses berpikir yang dianugrahi Tuhan.
Setiap orang diberikan kebebasan untuk belajar di sekolah kehidupan dan dengan itu menentukan jalan hidupnya. Dalam sekolah kehidupan yang menjadi materi pembelajaran adalah baik buruk realitas itu sendiri, dan yang menjadi guru adalah pribadi masing-masing. Oleh sebab itu, tidak ada yang patut bertanggung jawab dan disalahkan dalam menentukan sebuah pilihan yang telah ditetapkan oleh masing-masing individu. Dengan demikian manusia dituntut mengadakan interaksi dengan lingkungannya, belajar dari pengalamannya, dan merancang masa depannya. Realitas itu yang menjadi basis bagi sekolah kehidupan.
Sekolah kehidupan merupakan prototipe pendidikan yang ideal. Banyak orang yang pintar, berprestasi, memiliki bermacam gelar, tapi banyak pula yang gagal dalam menerima kenyataan kehidupan yang harus dihadapinya.
Guru, orang tua, pembimbing dan semua yang terlibat sebagai praktisi pendidikan hendaklah kembali sadar akan pentingnya penemuan makna dalam proses pembelajaran yang akan melahirkan ‘kesadaran’.

Firman Allah : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah dirinya sendiri”      (QS. Ar-Ra’du 13;11)

                                                                                                 Palmerston North, 13th November 2012

Sabtu, 27 Oktober 2012

Programme besed at Awatapu College and at Palmerston North Boys High School


The first part of the programme;
In the first week, October 29th to November 2nd  : focus on the similarities and differences between what I see Awatapu College and  what happens in schools in Jambi Province.
In the second week, November 5th to 9th : focus on how teachers plan, how they motivate their students and the classroom management strategies they use.
In the third week, November 11th to 16th : focus on assessment. 

I think, this is a very interesting time to visit because the formal national assessment for senior students is about to begin. This begins in mid November and by this time the teaching year is nearly over. I hope they will us to make the most of this interesting three weeks in schools.We will be thinking very carefully about what we see and about ideas that might be useful in our teaching at home. It is most important that we keep a journal so that they can follow up on our observation in schools in the second part of the programme.

The second part of the programme;
The second part of programme will start on November 19th and occupy the second three weeks of our programme until December 7th. There are four main parts to this.
The first will be to review our school observations and to provide an overview of education in New Zealand and a summary of some of the factors that influence what happens in schools. The second thing is to provide a clear focus what we want to take home from our experience here. The other two parts link to our Ministry’s expectations. And they promise, will be working with us to develop our skill and confidence in English language and also provide some insights into working with students in English.They will also spend some time on practically based activities and learning in science. There may be other things we would like to add to this list if time allows.
In this second part of the programme, they will also all be working together and there will be many activities for us to become involved in. While they have many ideas, they will share with us. They have to work together to understand which ideas might helpful in the situations we teach in. We have an important part to play here because they have not been into schools in Jambi.  
With that thought in mind, they think it is important to remember that education and schools are not separate from the societies in which the work. Indonesian society and New Zealand society are very different. Also, here in New Zealand what happens in schools is the subject of criticism and debate. Their system has many strengths but they also have problems that they have not yet solved. Education is seldom simple and ideas that work in one place may not always work in another because the conditions are different.