Edisi Perenungan Diri
~ Suatu ketika berjalan di depan rumah salah seorang guru SD ku dulu (Perumnas
Kota Baru Jambi). Terharu. Terlintas kenangan 30an tahun lalu. Saat itu aku
belum bisa membaca dan menulis dengan lancar. Bagaimana sabarnya beliau saat
itu. Mengajari dan membimbingku. Maklum, saat itu aku anak kecil yang manja.
~ Sosok guruku menjadi inspirasi. Pertanyaan mengenai
cita-cita apa yang diinginkan kelak, selalu kujawab “Mau jadi Guru”. Entah apa
dan bagaimana profesi guru, aku tak tau saat itu. Setiap bermain peran
‘sekolah’ bersama kawan-kawan masa kecilku, aku selalu tampil menjadi guru.
Tidak harus aku yang minta, bahkan mereka yang selalu memintaku memainkan peran
itu.
~ Ini menarik ingatanku kembali pada
tulisan Pak Anies Baswedan saat masih menjabat sebagai Mendikbud, pada
Senin, 24 Nopember 2014 yang kubaca dari Liputan6.com. Pak Anies menuliskan
bahwa menjadi guru bukanlah pengorbanan. Menjadi guru adalah sebuah kehormatan.
Dipundak guru, pendidik dan tenaga kependidikan, ada wajah masa depan
Indonesia.
Diriku yang telah memilih jalan terhormat ini untuk
hadir bersama anak-anak bangsa, pemilik masa depan Indonesia sejak Juli 2004
menyadari bahwa masih banyak yang harus kuperbaiki dari dalam diriku sendiri.
Begitu besar amanah bangsa ini yang telah menitipkan persiapan masa depan
bangsa dan negara Indonesia di pundak guru. Subhanallah.
Secara konstitusional, mendidik adalah tugas negara.
Tapi secara moral, mendidik adalah tugas setiap orang terdidik. Tak mau banyak
berjanji, aku hanya mencoba. Sebagai manusia yang telah dididik untuk mendidik
diantara orang-orang terdidik lainnya, aku mencoba hadir untuk membuka mimpi anak-anak . Mencoba menemani mereka
untuk bisa melampaui mimpi mereka. Mimpi adalah cermin pengetahuan, cermin
wawasan. Kan kubiarkan mimpi mereka terbang tinggi sambil terus mengingatkan
bahwa mereka harus kerja keras dan cerdas disertai dengan doa. Tidak hanya
untuk mereka. Tapi juga untukku. Aku adalah guru bagi diriku. Aku akan belajar
dari hidupku.
Jambi, 20 Agustus 2016