Jumat, 23 Maret 2012

Hutan Jambi : Kebakaran, Banjir dan Biodiversity


Alam yang serasi dan lestari adalah alam yang mengandung berbagai komponen ekosistem secara seimbang. Keseimbangan inilah yang harus tetap dijaga agar keanekaragaman sumber daya alam tetap lestari dan terjamin. Keseimbangan alam dapat terganggu atau rusak. Dengan demikian, pemanfaatan sumber daya alam sebaiknya diusahakan secara arif dan bijaksana sesuai keseimbangan alam.
Tanda-tanda kerusakan alam, sudah mulai dipertunjukkan di hadapan kita semua. Setiap hari ada saja berita mengenai bencana lingkungan, berupa banjir dan tanah longsor ketika musim penghujan tiba, atau bencana kekeringan dan kebakaran hutan selalu terjadi saat kemarau datang. Iklim juga sudah mulai berubah, seharusnya musin hujan datang, namun belum juga nampak, atau sebaliknya, semestinya bulan kemarau tiba, tidak juga hadir. Semua mengalami perubahan. Sementara panas di permukaan bumi semakin meningkat,dengan bertambahnya suhu ini, secara langsung merubah semua kehidupan. Dimana es di kutub mulai mencair dan menambah volume air laut, secara langsung mengancam kehidupan masyarakat di pesisir dan kepulauan. Belum lagi perubahan perilaku semua mahluk hidup di bumi ini, muncul berbagai penyakit, dan berbagai jenis penyakit mulai menunjukkan kekebalan terhadap obat.
Tidak sedikit dari peristiwa tersebut merupakan perbuatan manusia yang mendominasi alam secara berlebihan. Hal ini secara langsung dan tidak langsung berdampak negatif terhadap manusia, makhluk hidup lain, alam itu sendiri dan tentu saja kehidupan di muka bumi ini.
Sebagai contoh, peristiwa yang terjadi di Jambi adalah kebakaran hutan dan banjir. Jambi seharusnya kembali mempertegas komitmen untuk terus berupaya melindungi kawasan hutan dan lingkungan,guna mencegah bencana banjir serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Hutan mempunyai berbagai fungsi dalam kehidupan, selain sebagai sumber kehidupan bagi manusia, juga tempat perlindungan bagi kehidupan yang ada di dalamnya. Jaman Rasulullah saw, beliau juga telah menetapkan suatu kawasan yang di sebut dengan “Hima” atau istilah sekarang adalah kawasan pelestarian alam yang dapat berupa taman nasional, hutan lindung, cagar alam dan sejenisnya. “Selama ini hutan kita telah memberikan jasa tidak ternilai harganya atas penyediaan air bersih, udara sehat, mencegah bencana banjir, tanah longsor dan pengaturan iklim bagi umat manusia,” Dalam memanfaatkan hutan, ada kawasan yang boleh diambil hasilnya, namun ada juga yang dilarang, karena memiliki fungsi tertentu untuk melindungi flora, fauna dan kehidupan manusia, serta mencegah timbulnya bencana.
Walaupun berbagai upaya telah dilakukan, namun dari waktu ke waktu hutan Jambi setiap harinya berkurang, sehingga ke depan perlu diikuti rencana strategis dengan meninjau kembali hutan yang ada, mana yang harus dipertahankan dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan. Pada era 1990-an luas hutan di Provinsi Jambi mencapai 2,2 juta hektare. Setiap tahun luas hutan itu terus menyusut seluas 99.000 hektare karena rusak oleh konversi, pembalakan liar, maupun akibat faktor alam.  Diperkirakan, saat ini hutan di Provinsi Jambi hanya tersisa 500.000 hektare, itupun sudah mengalami kerusakan yang masuk kategori parah.
KEBAKARAN HUTAN
Kebakaran lahan dan hutan hampir setiap tahun terjadi, hal ini menjadi tanggung jawab semua pihak, agar kejadian kebakaran lahan dan hutan dapat diatasi sedini mungkin. Terjadinya kebakaran lahan dan hutan 99 persen disebabkan factor manusia atau disengaja. “Faktor utama terjadinya kebakaran lahan dan hutan 99 persen disebabkan oleh faktor manusia, yang tampaknya sudah terbiasa menghadapi berbagai jenis bencana, hal ini bukan dikarenakan mereka mengetahui atau mampu mencegah bencana yang akan timbul, akan tetapi mereka tidak peduli, meskipun sudah ada ancaman hukum pidana. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya kebakaran lahan dan hutan antara lain, penatagunaan lahan sesuai dengan peruntukan masing-masing menurut berbagai undang-undang yang berlaku, pengembangan sistem budidaya tanaman perkebunan dan sistem produksi kayu yang tidak rentan kebakaran. Kemudian pengembangan sistem kepemilikan lahan secara jelas, terutama berkaitan dengan hukum adat dan masyarakat lokal, pencegahan perubahan ekologi secara besar-besaran melalui pembatasan perubahan fungsi hutan, pengembangan program penyadaran masyarakat akan penting informasi iklim, bahaya kebakaran serta kerugian yang ditimbulkan.
Berdasarkan hasil pantauan Kementerian Kehutanan RI, pada lima tahun terakhir (2007-2011) jumlah titik api di Provinsi Jambi mengalami penurunan, tahun 2007 ada 3.120 titik, kemudian sampai dengan tahun 2009 ada 1.733 titik, dan pada tahun 2010 menurun tajam hanya ada 603 titik, namun tahun 2011 naik kembali menjadi 1.510 titik
Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, kebakaran hutan dan lahan perkebunan milik perusahaan dan masyarakat di Jambi pada 2006 mencapai 7.497 hektar dengan titik api/ titik panas sebanyak 6.692 titik. Provinsi Jambi pertama dilanda kebakaran hutan dan lahan pada 1998. Menyusul pada tahun 2003 dan berturut-turut tiap tahun hingga 2006. Pada 2003, kebakaran hutan menghabiskan lahan sekitar 6.300 ha, 2004 (3.262 ha), 2005 (1.280 ha), dan terakhir pada 2006 hingga 7.497 ha. Provinsi Jambi memiliki luas daratan 5,1 juta ha, terdiri kawasan hutan seluas 2,1 juta ha serta kawasan budidaya pertanian 2,9 juta ha. Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan konservasi 676.120 ha, hutan lindung 191.130 ha, hutan produksi terbatas (HPHT) seluas 340.700 ha, dan hutan produksi tetap 340.700 ha. Dari luas hutan tersebut sekitar 125.716 ha sangat rawan terhadap kebakaran, serta rawan kebakaran 828.152 ha, dan tingkat rawan sedang 2,4 juta ha.
BANJIR
Bencana banjir yang terjadi di Jambi disebabkan konversi hutan yang berlebihan. Sehingga menyebabkan hutan sebagai daerah resapan utama hilang. Apalagi, belakangan ini oleh iklim dunia tidak menentu , Alhasil, banjir diperkirakan akan terus terjadi dan bahkan akan semakin luas. Menjaga kelestarian lingkungan tidak hanya tugas dan tanggung jawab aparat keamanan, tapi seluruh lapisan masyarakat.
Sebelum tahun 2000, banjir sangat jarang dan hanya terjadi di beberapa daerah rendah atau wilayah yang berada di sepanjang aliran sungai. Namun, saat ini daerah bencana banjir semakin meluas dan menjadi bencana tahunan. Hal ini disebabkan pula salah satu faktor teknis adalah pemberian izin oleh pemerintah kepada perusahaan hutan yang tidak diiringi oleh seleksi ketat untuk menjaga kelestarian hutan. Kebijakan pemerintah saat ini belum sesuai dengan pola tata ruang yang ada. Meski secara tertulis penyusunan tata ruang sudah bagus, pada praktiknya hal itu tidak sesuai dengan kenyataan.
Jambi juga dapat mencontoh pengelolaan lingkungan terutama hutan di Provinsi Bali. Lingkungan di Bali cukup terpelihara baik. Untuk menebang pohon harus dilakukan dengan upacara adat yang berlaku di Bali, jadi tidak sembarangan. Perlindungan hutan meliputi pengamanan hutan, pengamanan tumbuhan dan satwa liar, pengelolaan tenaga dan sarana perlindungan hutan dan penyidikan.
Perlindungan Hutan diselenggarakan dengan tujuan untuk menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi produksi dapat tercapai secara optimal dan lestari. Perlindungan hutan ini merupakan usaha untuk :
  1. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, bencana alam, hama serta penyakit.
  2. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Penanggulangan kebakaran hutan meliputi pengembangan sistem penanggulangan kebakaran, deteksi dan evaluasi kebakaran, pencegahan dan pemadaman kebakaran, dan dampak kebakaran.
Konservasi kawasan dan keanekaragaman hayati meliputi pengelolaan dan pendayagunaan kawasan konservasi serta pemberdayaan masyarakat sekitar taman nasional, taman wisata, taman hutan raya, kawasan suaka alam, hutan lindung dan taman buru.
Hilangnya hutan di Jambi dan akibatnya terhadap bencana, sudah banyak dibahas, namun di sisi lain adalah musnahnya keanekaragaman hayati yang menjadi sumber kehidupan di masa mendatang, ikut terancam.
Hutan adalah rumah dari mayoritas spesies kehidupan, bukan samudera, bukan padang rumput, melainkan ekosistem yang didominasi oleh pohon-pohonan. Tajuk pohon diatas adalah rumah dari jutaan burung-burung dan serangga dimana sebelumnya hanya ada udara yang tipis. Manfaat tajuk pohon dalam interior hutan, menjadikan lingkungan terjaga atau terlindungi dari terik matahari dan angin kencang. Peran dari hutan hujan tropis yang ada di Indonesia dalam mendukung keberadaan keanekaragaman hayati sangatlah besar. Keanekaragaman jenis flora dalam hutan ini melebihi 100 jenis pohon per hektar bahkan lebih bila lesser known species dimasukan. Keragaman jenis ini diikuti pula oleh keragaman umur, keragaman ukuran baik diameter maupun tinggi, juga diikuti oleh keragaman jenis fauna serta keragaman mikrobiologi hutan dan mikrobiologi tanah.
Kaitannya dengan keanekaragaman hayati dan pelestariannya tersebut, Allah SWT berfirman dalam QS Faathir: 28, yang artinya “Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacammacam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. Yang dimaksud dengan ulama dalam ayat ini ialah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah. Ayat-ayat lain yang terkait dengan keragaman kehidupan adalah : “Dan Allah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. (QS An-Nur: 45). Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman, zaitun, anggur, kurma dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat  tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkannya” (QS An-Nahl: 11). Sepatutnya kita harus bersyukur, dilimpahkan kekayaan alam di Indonesia ini, dan semua untuk kemakmuran umat. Namun kadang kita hanya bisa menikmati, memanen, namun sebagai khalifah, belum melakukan penjagaan dan pemeliharaan dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar